Judul Buku :
Passport to Happiness
Penulis :
Ollie
Penerbit :
Gagas Media
Cetakan :
Pertama, 2015
Tebal :
176 halaman
Perjalanan menjadi salah satu antibodi
yang tidak perlu melibatkan zat-zat kimia. Hanya dengan melakukan perjalanan,
imunitas seseorang dapat bertambah. Melakukan perjalanan seperti sebuah proses
detoksifikasi yang membersihkan jiwa dan pikiran dari toksin-toksin yang bisa
mengganggu keseimbangan tubuh.
Membaca buku Passport to Happiness yang ditulis Ollie, Anda akan merasakan,
bahwa melakukan perjalanan lebih dari sekadar membahagiakan diri sendiri, tapi
juga menyembuhkan dan menguatkan. Perjalanan membuat mantap keputusan-keputusan
yang awalnya diragukan. Perjalanan membuat kita menjadi akrab dengan diri
sendiri dan mengenal lebih baik siapa diri kita.
Eudamonia pernah dicetuskan oleh
filsuf Socrates, sebagai bentuk kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang
paripurna. Mengartikannya sebagai “kebahagiaan” (happiness) saja tentunya mereduksi makna dari eudaimonia itu sendiri.
Dalam eudaimonia tercakup mengenai bagaimana seseorang menjalani hidup, pengetahuan yang didapat dan dimiliki, serta apa
yang dipikirkan, diperbuat, dan diberikan kepada kehidupan. Eudaimonia merupakan keadaan
seseorang merasakan well being, lengkap dan “terisi”. Dalam buku Passport to Happiness, Ollie sedang
berbagi eudaimonia versi dirinya sendiri. Kepenuhan diri, ia dapatkan dengan
melakukan perjalanan.
“Jika Anda sedang melalui ‘neraka’
dunia, keep walking. Perjalanan selalu
memberi ruang bagi tenang untuk masuk ke dalam hati kita dengan cinta, bukan
rasa khawatir atau takut. Perjalanan selalu menjadi jawabannya.” (hal. x)
Setelah perpisahan yang dialaminya,
Ollie menyadari betul dirinya harus move
on. Ia percaya dengan move on,
ada kehidupan baru yang akan menantinya. Move
on memang tidak selalu menjanjikan kebahagiaan atau kesempurnaan hidup dari
yang telah dialami sebelumnya. Tapi move
on tentu jauh lebih baik daripada membiarkan diri berkubang dan tertelan
rasa nelangsa. Move on berarti
bergerak, berpindah, entah pergerakan dan perpindahan itu akan mengantarkan
pada sebuah “surga” dunia atau “neraka” dunia kedua, setidaknya proses dari move on itulah yang membuat ketenangan
itu bisa didapat. Perjalanan membuat kita bisa berdialog lebih dalam dengan kegelisahan-kegelisahan yang
menyelimuti hati dan pikiran.
Pretty Power
Ada yang menarik dalam buku ini
ketika Ollie bertemu Ketut Liyer, di Bali, seorang medicine man yang ada dalam buku karya Elizabeth Gilbert, Eat, Pray, Love. Ketut Liyer mengatakan
padanya untuk jangan lupa tersenyum dan memakai make up. Sebuah kalimat yang membuat Ollie sadar bahwa menjadi
cantik itu menguatkan, ia menyebutnya sebagai pretty power. Dengan menjadi cantik seseorang akan lebih percaya
diri, dan dengan percaya diri seseorang bisa mempunyai kekuatan untuk bisa
membuat keputusan-keputusan yang berani.
“Confidence
is power. Dan menjadi cantik adalah salah satu jalan ke sana. Namun, at the end of the day, kenyamanan dan
kebahagiaan ada pada saat kita bisa menjadi diri sendiri.” (hal. 76)
Kenyamanan menjadi diri sendiri
memberikan energi yang bisa membantu seseorang menggapai tujuan hidupnya,
termasuk keberanian untuk mencintai diri sendiri. Ketika cinta memberikan
keraguan, dan kehadiran orang baru justru memberikan segudang tanya, Ollie
memiliki keteguhan yang menyadarkan untuk bisa lebih dulu mencintai diri
sendiri. ”Pengalaman sudah megajarkanku untuk selalu setia pada diri sendiri. Hidup
terlalu singkat untuk dihabiskan dengan orang yang mempunyai nilai-nilai hidup
yang berbeda.” (hal. 149). Untuk itu Ollie benar, sifat altruisme atau
mengutamakan kepentingan orang lain, perlu ada tempatnya. Altruisme tidak sama
dengan menyiksa diri sendiri. Mencintai diri sendiri, tidak lantas menjadikan
seseorang menjadi egois.
Menjadi cantik membuat Ollie memiliki
kekuatan untuk mengalahkan kelemahan-kelemahan yang bersemayam dalam diri. Perjalanan
yang ia lakukan seorang diri ke tempat yang jauh adalah bagian dari kekuatan
itu. Tidak banyak perempuan yang berani berpergian seorang diri mengembara dan
menjelajah tempat-tempat yang tidak pernah disambangi sebelumnya.
Pada akhirnya, buku Passport to Happiness tidak hanya berisi
kisah perjalanan biasa seseorang dalam mencari cinta. Buku ini dapat membuka
mata hati Anda bahwa hidup bukanlah hal rumit yang harus sedemikian rupa
diprediksi, tapi dialami dengan penghayatan dan kepekaan. Buku ini menjabarkan
bagaimana cara Ollie menyembuhkan luka hati akibat perpisahan. Perjalanan membuatnya
menemukan bahagia versi dirinya sendiri.
“Happy
ending? Apa itu happy ending? Bagiku
happy ending adalah saat kita
berbahagia dan berdamai dengan situasi, dilihat dari sudut pandang kita
sendiri, bukan orang lain.” (hal. 15) Cinta adalah perjalanan bagi Ollie. Selama
empat tahun, perjalanan mengunjungi di 11 kota di dunia menjadi salah satu
upaya dalam proses Ollie merenungkan dan mencerna apa sebenarnya arti cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar