Minggu, 27 Desember 2015

Cinta, Perjalanan dan Eudaimonia



Judul Buku : Passport to Happiness
Penulis       : Ollie
Penerbit      : Gagas Media
Cetakan      : Pertama, 2015
Tebal          : 176 halaman


Perjalanan menjadi salah satu antibodi yang tidak perlu melibatkan zat-zat kimia. Hanya dengan melakukan perjalanan, imunitas seseorang dapat bertambah. Melakukan perjalanan seperti sebuah proses detoksifikasi yang membersihkan jiwa dan pikiran dari toksin-toksin yang bisa mengganggu keseimbangan tubuh.

Membaca buku Passport to Happiness yang ditulis Ollie, Anda akan merasakan, bahwa melakukan perjalanan lebih dari sekadar membahagiakan diri sendiri, tapi juga menyembuhkan dan menguatkan. Perjalanan membuat mantap keputusan-keputusan yang awalnya diragukan. Perjalanan membuat kita menjadi akrab dengan diri sendiri dan mengenal lebih baik siapa diri kita.

Eudamonia pernah dicetuskan oleh filsuf Socrates, sebagai bentuk kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang paripurna. Mengartikannya sebagai “kebahagiaan” (happiness) saja tentunya mereduksi makna dari eudaimonia itu sendiri. Dalam eudaimonia tercakup mengenai bagaimana seseorang menjalani hidup, pengetahuan yang didapat dan dimiliki, serta apa yang dipikirkan, diperbuat, dan diberikan kepada kehidupan. Eudaimonia merupakan keadaan seseorang merasakan well being, lengkap dan “terisi”. Dalam buku Passport to Happiness, Ollie sedang berbagi eudaimonia versi dirinya sendiri. Kepenuhan diri, ia dapatkan dengan melakukan perjalanan.

“Jika Anda sedang melalui ‘neraka’ dunia, keep walking. Perjalanan selalu memberi ruang bagi tenang untuk masuk ke dalam hati kita dengan cinta, bukan rasa khawatir atau takut. Perjalanan selalu menjadi jawabannya.” (hal. x)

Setelah perpisahan yang dialaminya, Ollie menyadari betul dirinya harus move on. Ia percaya dengan move on, ada kehidupan baru yang akan menantinya. Move on memang tidak selalu menjanjikan kebahagiaan atau kesempurnaan hidup dari yang telah dialami sebelumnya. Tapi move on tentu jauh lebih baik daripada membiarkan diri berkubang dan tertelan rasa nelangsa. Move on berarti bergerak, berpindah, entah pergerakan dan perpindahan itu akan mengantarkan pada sebuah “surga” dunia atau “neraka” dunia kedua, setidaknya proses dari move on itulah yang membuat ketenangan itu bisa didapat. Perjalanan membuat kita bisa berdialog lebih dalam dengan kegelisahan-kegelisahan yang menyelimuti hati dan pikiran.

Pretty Power
Ada yang menarik dalam buku ini ketika Ollie bertemu Ketut Liyer, di Bali, seorang medicine man yang ada dalam buku karya Elizabeth Gilbert, Eat, Pray, Love. Ketut Liyer mengatakan padanya untuk jangan lupa tersenyum dan memakai make up. Sebuah kalimat yang membuat Ollie sadar bahwa menjadi cantik itu menguatkan, ia menyebutnya sebagai pretty power. Dengan menjadi cantik seseorang akan lebih percaya diri, dan dengan percaya diri seseorang bisa mempunyai kekuatan untuk bisa membuat keputusan-keputusan yang berani.

Confidence is power. Dan menjadi cantik adalah salah satu jalan ke sana. Namun, at the end of the day, kenyamanan dan kebahagiaan ada pada saat kita bisa menjadi diri sendiri.” (hal. 76)

Kenyamanan menjadi diri sendiri memberikan energi yang bisa membantu seseorang menggapai tujuan hidupnya, termasuk keberanian untuk mencintai diri sendiri. Ketika cinta memberikan keraguan, dan kehadiran orang baru justru memberikan segudang tanya, Ollie memiliki keteguhan yang menyadarkan untuk bisa lebih dulu mencintai diri sendiri. ”Pengalaman sudah megajarkanku untuk selalu setia pada diri sendiri. Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan orang yang mempunyai nilai-nilai hidup yang berbeda.” (hal. 149). Untuk itu Ollie benar, sifat altruisme atau mengutamakan kepentingan orang lain, perlu ada tempatnya. Altruisme tidak sama dengan menyiksa diri sendiri. Mencintai diri sendiri, tidak lantas menjadikan seseorang menjadi egois.

Menjadi cantik membuat Ollie memiliki kekuatan untuk mengalahkan kelemahan-kelemahan yang bersemayam dalam diri. Perjalanan yang ia lakukan seorang diri ke tempat yang jauh adalah bagian dari kekuatan itu. Tidak banyak perempuan yang berani berpergian seorang diri mengembara dan menjelajah tempat-tempat yang tidak pernah disambangi sebelumnya.

Pada akhirnya, buku Passport to Happiness tidak hanya berisi kisah perjalanan biasa seseorang dalam mencari cinta. Buku ini dapat membuka mata hati Anda bahwa hidup bukanlah hal rumit yang harus sedemikian rupa diprediksi, tapi dialami dengan penghayatan dan kepekaan. Buku ini menjabarkan bagaimana cara Ollie menyembuhkan luka hati akibat perpisahan. Perjalanan membuatnya menemukan bahagia versi dirinya sendiri.
Happy ending? Apa itu happy ending? Bagiku happy ending adalah saat kita berbahagia dan berdamai dengan situasi, dilihat dari sudut pandang kita sendiri, bukan orang lain.” (hal. 15) Cinta adalah perjalanan bagi Ollie. Selama empat tahun, perjalanan mengunjungi di 11 kota di dunia menjadi salah satu upaya dalam proses Ollie merenungkan dan mencerna apa sebenarnya arti cinta. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar