Saya bukan
penggemar novel bergenre thriller. Tapi, setelah membaca novel Dua Dini Hari yang ditulis oleh Chandra Bientang - seorang teman saya waktu kuliah di jurusan Filsafat UI - , rasanya saya mulai tertarik dengan genre ini. Novel ini merupakan karya Cacan (panggilan akrabnya) yang menang kompetisi menulis novel urban thriller yang diadakan oleh
penerbit Noura dan diterbitkan menjadi buku.
Novel Dua Dini Hari, berkisah tentang pembunuhan anak-anak jalanan di kawasan Jatinegara. Bagi saya, cerita ini bukan sekadar cerita misteri biasa. Cerita
dalam buku ini seperti ingin menyentil rasa kemanusiaan kita. Bukan sekadar
memecahkan teka-teki pembunuhan, tapi mempertanyakan hal-hal yang tak dipandang dan dinihilkan orang. Siapa peduli dengan anak jalanan? Hidupnya
saja diabaikan, apalagi kematiannya.
Tapi di dalam buku ini, ada tokoh yang
begitu peduli, yaitu seorang pemuda bernama Elang, yang bersikeras menyelidiki kematian
anak-anak jalanan. Padahal ia bukan polisi. Hanya anak dari seorang polisi saja. Elang bahkan
belum lulus Akpol. Serangkaian peristiwa membuat Elang pun bertemu dengan
Kanti, yang sedang cuti kuliah dan bekerja sebagai ilustrator lepas.
Keduanya bertemu
di kantor polisi, saat Kanti melaporkan bahwa dirinya mulai merasa terteror
karena sepertinya ia melihat hal yang seharusnya tak boleh ia lihat dari kamar
kosnya. Elang sendiri bahkan juga mengalami teror yang tak kalah hebat yang
membuatnya nyaris kehilangan nyawa. Dan saya pun merasa ikutan terteror ketika
membacanya novel ini; siapa pun bisa dibunuh, dan siapa saja juga bisa menjadi
pembunuh.
Konspirasi Rakyat Jelata dan Penegak Hukum
Agak sulit
menulis review novel ini tanpa
sedikit pun spoiler. Saya sungguh tak menyangka Cacan bisa menghadirkan
pemilik toko roti, pemilik toko kelontong, pemilik laundry, hingga penyedia
jasa pelenyapan orang bisa saling bekerja sama untuk sebuah kejahatan yang
terstruktur, masif, dan sistematis bersama-sama dengan para penegak hukum. Hhm, sebuah cerita yang nyerempet-nyerempet bahaya, ya. Hahaha.
Cacan menyoroti Jatinegara khususnya dengan segala lika-likunya. Gang-gang sempit, dan
semua hal yang jauh dari kehidupan gemerlap. Malam-malam yang mencekam. Rasa aman
yang rasanya tidak pernah benar-benar ada.
Saya sungguh
nggak paham, bagaimana Cacan bisa menemukan kalimat yang begitu menggelitik
seperti yang tertulis di halaman 223, “Hanya
ada satu hukuman untuk para pendosa. Selamanya, mereka harus berbuat dosa.”
Saya sungguh angkat topi membaca kalimat ini. Membayangkan bagaimana betapa getirnya hidup seseorang menjalani hukuman selamanya berbuat dosa, seperti sebuah derita yang tak ada akhir.
Untuk tahu kenapa kalimat tersebut bisa ada di novel ini, kamu wajib baca novelnya, ya! Karena kalimat ini bukan hanya kalimat kiasan atau quotes cantik yang sekadar jadi tempelan di buku ini. Kalimat ini benar-benar menjelaskan tentang nasib yang dijalani seorang tokoh di novel ini.
Ending yang Sulit Diungkapkan
Saya berada di
ambang nyata dan fantasi saat membaca novel ini, terutama ketika saya sampai
menuju bagian akhir cerita. Bagi saya, ending-nya
menyedihkan untuk kedua tokoh utama yaitu Kanti dan Elang. Sungguh, cara Cacan
mengakhiri novelnya ini sedikit di luar dugaan dan tetap berujung pada misteri
yang seolah-olah tak ada akhirnya. Misteri yang tak ada kata selesai.
Secara teknis,
tempo cerita ini cukup pas. Tidak terlalu lambat, tidak juga terlalu
tergesa-gesa. Cacan tampaknya tahu betul kapan kejutan-kejutan perlu
dimunculkan, dan kapan perlu ditahan.
Saya rasa kisah
ini punya premis yang menarik, juga alur yang ciamik, dan banyak hal yang tak
disangka ternyata saling berkelindan. Kalau dijadikan film, cocok banget Joko
Anwar yang jadi sutradaranya. Hehehe. Karena ini cerita bukan cuma tentang bunuh-bunuhan
aja, tapi ada unsur sosial dan politis di dalamnya. Tentang kemanusiaan,
tentang keadilan, tentang power.
Setelah
membaca dan menulis review novel ini, kata keadilan menjadi sangat asing, sekaligus akrab. Tapi,
yang jelas dari itu, keadilan menjadi semakin buram di mata saya. Apa itu adil?
Menarik, ya? Untuk kamu yang mau baca buku ini, kamu juga bisa membelinya dalam bentuk e-book di Google Play dengan klik link di sini.
Ending yang di luar dugaan, tempo yang pas juga saya rasakan saat membacanya. Gemas saat memikirkan ada Kanti-Kanti lain yang mungkin akan mengalami nasib sama atau mungkin lebih buruk (akankah ada sekuel dari Dua Dini Hari?).
BalasHapusKeren review-nya kak🎀
BalasHapusشركة مكافحة النمل الابيض بالدمام
شركة مكافحة النمل الابيض بالخبر
شركة تنظيف كنب بالدمام
BalasHapusشركة تنظيف موكيت وسجاد بالخبر
شركة تنظيف موكيت وسجاد بالاحساء
شركة مكافحة الثعابين بالدمام