Selasa, 14 Agustus 2018

Mendidik Keluarga, Mengubah Dunia


“If you want to change the world, go home and love your family.”

– Mother Teresa


Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga. Hanya saja, banyak orangtua yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah, tanpa benar-benar tahu apa yang mereka alami dan rasakan ketika berada di sekolah. Salah satu bahaya yang mengintai jika keluarga tidak peduli terhadap keseharian anaknya di sekolah adalah bullying.

Tahukah kamu bahwa bullying yang dialami seseorang bisa membuatnya ingin bunuh diri? Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di McGill University di Montreal, menemukan bahwa remaja yang mengalami bullying parah pada masa kecilnya memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk mengalami depresi dan tiga kali lipat memiliki pikiran untuk bunuh diri dibanding mereka yang tidak pernah diintimidasi.   

Penelitian yang dipublikasikan di Canadian Medical Association Journal pada bulan Januari 2018 ini meneliti 1.363 yang mengalami intimidasi dari rekan-rekannya pada rentang usia 6 – 13 tahun dan terus dipantau masalah kesehatannya hingga usia 15 tahun. Penelitian ini meminta mereka merinci seberapa sering mereka mengalami penganiayaan di sekolah, baik fisik, verbal dan online. Pada usia 15 tahun, mereka ditanyakan tentang frekuensi kecemasan, depresi dan masalah perilaku selama setahun terakhir.

Bullying memang tidak hanya identik intimidasi fisik, tapi juga bisa menggunakan dunia cyber atau yang dikenal dengan cyberbullying. Contoh kasus nyata bunuh diri karena bullying terjadi pada tahun 2013. Seorang anak bunuh diri karena mengalami cyberbullying. Teror dunia maya membuat Rebecca Sedwick, gadis asal Florida yang berusia 12 tahun, memutuskan untuk tidak pergi sekolah dan justru pergi ke pabrik semen, naik ke menaranya dan melompat bunuh diri.

Di pagi terakhir ketika dirinya masih hidup, ia sempat mengganti identitas dirinya di media sosial menjadi “That Dead Girl” sebelum mengirim pesan perpisahan ke dua temannya. Mirisnya, di dalam handphone-nya ditemukan kalimat-kalimat bernada meneror seperti "Why are you still alive?", "You're ugly", "Can u die please?" dan "Go kill yourself"

Seringkali orang tua hanya mengidentifikasikan bullying dari adanya luka atau lebam pada tubuh anak. Padahal ada ancaman yang jauh lebih membahayakan dibalik yang terlihat lewat fisik. 


Bahaya Orang Asing di Dunia Maya

Anak-anak masih kurang aware terhadap bahaya dari orang yang tak dikenal atau yang mengenal mereka namun memalsukan identitasnya dalam jejaring sosial.  Menurut data di Pew Research Center, 32% dari remaja yang beraktivitas online telah dihubungi oleh seseorang yang tidak ada hubungannya dengan mereka dan 7% dari mereka mengatakan merasa takut atau tidak nyaman sebagai akibat dari kontak dengan orang yang tak dikenal secara online.  

Kejujuran anak-anak dalam jejaring sosial seperti melakukan posting tentang bagaimana rumah mereka, di mana sekolah mereka, menyebabkan orang asing yang berniat jahat sangat mudah untuk membuntuti atau bahkan membujuk mereka untuk bertemu muka dan akhirnya bisa melakukan tindak kejahatan terhadap mereka.


Psikolog Terbaik Bagi Anak adalah Orangtuanya Sendiri

Banyak kasus tentang kekerasan dan kejahatan seksual pada anak yang baik pelaku maupun korbannya adalah anak-anak akibat beredarnya berbagai situs internet yang tidak dikontrol baik oleh para orangtua maupun orang dewasa lain yang bertanggungjawab terhadap pendidikan anak di Indonesia. Apa yang harus orangtua lakukan?

Kunci utama yang harus dilakukan orangtua adalah komunikasi. Tanyakan kepada anak, senangkah mereka di sekolah? Bagaimana perasaan mereka? Untuk mengakes internet sebisa mungkin dilakukan di ruang keluarga agar bisa dipantau. Orangtua harus menjadi pendengar aktif, menjadi tempat diskusi.

Pada tahun 2014, saya pernah hadir di sebuah seminar di mana Dr. Seto Mulyadi, Psi., M.Psi (Kak Seto) menjadi pembicaranya. Di acara seminar bertajuk “Pembentukan Karakter Anak di Era Digital” yang digelar di Tangerang itu, Kak Seto menekankan pentingnya mendidik anak dengan cinta.


Menurutnya, setiap orangtua adalah idola anak. Untuk menjadi cerdas dan kreatif, mereka harus merasa bahagia. “Psikolog yang terbaik untuk anak adalah orang tuanya sendiri. Kita harus bisa meneliti dan mengamati potensi masing-masing dari anak kita, juga perubahan-perubahan tingkah lakunya. Bahkan perubahan air mukanya pun perlu kita perhatikan.”


Anak yang cerdas adalah anak yang bahagia

Berapa banyak orangtua yang masih mendampingi anaknya belajar di rumah? Mayoritas para orangtua menyerahkannya pada guru di sekolah atau guru les privat. Sementara untuk pengasuhan juga diserahkan kepada pengasuh atau asisten rumah tangga. Berapa banyak waktu yang diluangkan orangtua untuk bercakap-cakap dengan anaknya dan mengetahui perasaan-perasaan terdalam darinya?


Para orang tua selalu menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, dan dalam pikiran orang tua, IQ menjadi tolak ukur satu-satunya kecerdasan anak ada kecerdasan spiritual dan juga kecerdasan emosional yang patut diperhatikan. “Setiap anak pada dasarnya cerdas. Dan semua anak pada dasarnya senang belajar, belajar yang paling efektif adalah belajar dalam suasana gembira.” lanjut Kak Seto.

Jika mereka gembira saat belajar, maka pelajaran akan lebih mudah untuk mereka pahami. Mengapa belajar dalam keadaan gembira ini penting sekali? Karena ternyata, Memaksa Anak Belajar dapat Memicu Depresi.


Manfaat Teknologi untuk Perkembangan Intelegensi dan Mengatasi Depresi

Layaknya dua sisi mata uang, internet tak bisa hanya dipandang negatif, ada banyak manfaatnya, terutama bagi perkembangan intelegensi anak dan kemudahan membina hubungan dengan teman-teman yang terpisah jauh atau yang sudah lama tidak bertemu. Patricia Greenfield seorang profesor psikologi di UCLA (University of California, Los Angeles) yang telah menelaah lebih dari 50 penelitian tentang penggunaan teknologi komputer dalam perkembangan inteligensi anak,  menunjukkan adanya peningkatan dalam visual reasoning.  Hal tersebut meliputi bagaimana individu mengindera secara visual dan memprosesnya sehingga mencapai suatu kesimpulan. 

Anak-anak zaman sekarang juga lebih baik dalam melakukan multitasking dibandingkan generasi sebelumnya.   Hal ini tampaknya berkaitan dengan peningkatan informasi visual yang harus diprosesnya pada saat bersamaan seperti saat mereka berinteraksi dengan teknologi komputer.

Adanya dukungan sosial juga  dapat sangat membantu anak, khususnya remaja, untuk mengatasi depresi yang dialaminya.  Ada contoh kasus tentang Tamaryn Stevens, seorang remaja 17 tahun yang didiagnosis dengan penyakit ginjal saat dia berumur 10 tahun dan kemudian menjalani operasi transplantasi. Tamaryn menggunakan jejaring sosial bernama LiveWIRE setiap hari untuk chatting dengan teman online, mem-posting pemikiran dan bahkan meng-upload puisi ungkapan hatinya. Dia merasa sangat terbantu oleh dukungan teman-temannya melalui jejaring sosial tersebut untuk mengatasi depresinya dan membuat hari-harinya menjadi jauh lebih berbahagia.

Pada akhirnya, kita hanya bisa mengubah dunia, dengan kembali ke rumah dan mencintai keluarga kita. Seperti ungkapan Mother Teresa yang membuka tulisan ini. Dengan mendidik anak-anak kita dengan baik, mereka akan menjadi penghuni bumi masa depan yang membuat dunia menjadi lebih baik.

Kunci Utama Mendidik Anak di Era Kekinian: Komunikasi yang Efektif

- Agar menjadi anak yang unggul dan berkarakter, potensi mereka perlu dikembangkan. Orang tua dan guru perlu menciptakan kondisi yang membuat anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
- Sikapi dampak negatif dan positif dari teknologi terhadap perkembangan anak.  Perlu adanya bimbingan yang tepat dan komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak. Serap sebanyak mungkin manfaat dari kemajuan teknologi dan minimalkan dampak negatifnya.
- Psikolog terbaik untuk anak adalah orang tua. Buatlah catatan perkembangan anak, mulai dari minat sampai pertemanannya, hingga lebih mudah dibimbing dan berdialog. Teliti dan amati setiap perubahan sikap anak. Jadilah sahabat bagi anak, jangan abaikan anak meski ia tampak baik-baik saja.

#sahabatkeluarga