Hadiah Ulang Tahun ke-58 untuk Mama Tercinta
![]() |
|
Percakapan sekitar dua tahun lalu dengan mama:
“Ma, hari ini
bukannya ada acara reuni SMA Mama? Kok, nggak datang?”
Wajah mama agak menunduk ketika saya tanyakan soal itu. Saat itu harusnya ia sudah ada di salah satu hotel di wilayah Jakarta Barat untuk berkumpul dengan teman-teman lamanya.
“Mereka kalau kumpul cerita soal kerjaannya, banyak yang udah jadi bos. Kalau mama ikut, apa yang bisa mama ceritain?”
Wajah mama agak menunduk ketika saya tanyakan soal itu. Saat itu harusnya ia sudah ada di salah satu hotel di wilayah Jakarta Barat untuk berkumpul dengan teman-teman lamanya.
“Mereka kalau kumpul cerita soal kerjaannya, banyak yang udah jadi bos. Kalau mama ikut, apa yang bisa mama ceritain?”
Wajah mama terlihat agak sedih ketika berkata itu. Di usianya yang sudah lebih dari 50 tahun, ia ternyata menyimpan minder seperti itu. Mama memang bukan wanita karier. Sejak menikah dengan papa 30 tahun silam, ia sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga. Beberapa tahun belakangan ia mencari kesibukan dengan bekerja menjadi buruh konfeksi. Pekerjaan sederhana dengan upah yang begitu minim.
“Yang penting menghasilkan. Mumpung masih hidup, masih bisa kerja, kenapa nggak kerja.” Begitu kata mama.Hebatnya dia tidak malu ataupun gengsi harus bekerja bersama orang-orang yang pendidikannya mungkin ada yang bahkan tidak tamat Sekolah Dasar.
![]() |
Mama dan papa waktu masih pacaran zaman kuliah dulu. Foto: Aprillia Ramadhina |
Mama saya bukanlah
perempuan bodoh. Sama sekali bukan. Ia punya ijazah D3 dari jurusan akuntansi
di sebuah universitas swasta di Jakarta. Mama dulu berasal dari keluarga yang serba berkecukupan. Kakek saya perantau yang sukses jadi
pengusaha perusahaan pengiriman barang di Jakarta. Sayang, saat mama masih kuliah, kebakaran membuat usaha kakek bangkrut. Tidak lama kemudian kakek meninggal dan tak ada yang mampu
menggantikannya menjalankan perusahaan.
Setelah lulus kuliah, mama menikah dengan papa, dan papa tak pernah mengizinkan mama bekerja. “Selagi papa masih bisa mencukupi biaya hidup kalian, mama tidak perlu bekerja. Anak-anak harus selalu bersama mamanya. Begitu pikiran papamu.” Ujar mama.
Setelah lulus kuliah, mama menikah dengan papa, dan papa tak pernah mengizinkan mama bekerja. “Selagi papa masih bisa mencukupi biaya hidup kalian, mama tidak perlu bekerja. Anak-anak harus selalu bersama mamanya. Begitu pikiran papamu.” Ujar mama.
Kenyataannya,
papa tidak selamanya sanggup menghidupi kami. Maut adalah hal yang paling tak
bisa diajak kompromi. Gaya hidupnya yang sudah merokok sejak sekolah menengah, membuatnya
tervonis punya penyakit jantung. Ketika ia memutuskan berhenti merokok, semua
sudah terlambat. Di usia 43, ia hembuskan nafas terakhir.
Saat papa meninggal,
adik saya masih
kecil, umurnya baru 4 tahun. Sementara kakak saya baru 14 tahun. Saya sendiri masih duduk di
bangku kelas 5 SD. Kami bersedih. Mama limbung. Tak ada yang siap dengan
kematian papa. Lantas, bagaimana hidup kami ke depan? Kata-kata papa yang bilang bisa menghidupi
kami, bukan berarti untuk selamanya. Mengapa ia tak berpikir lebih panjang
dengan mengizinkan mama bekerja?
Setelah papa meninggal, kami sekeluarga pindah dari Jakarta ke Tangerang. Kata mama biar dekat dengan om kami yang memang tinggal di sana. Supaya kalau ada apa-apa kami gampang minta bantuan. Lagipula rumah di
sana masih lebih murah, sisa uang hasil jual rumah mama tabung di deposito. Asisten Rumah
Tangga terpaksa
diberhentikan untuk menekan pengeluaran. Mama yang mengerjakan semua pekerjaan
rumah. Ia juga tidak henti-hentinya mencari penghasilan dengan cara apapun.
Dari mulai menjual tas dan kosmetik, hingga parfum dan makanan.
Sejak itu hidup kami semua berubah. Sekian tahun kami hidup dari bantuan
keluarga mama, dari om dan tante. Mereka tidak hanya membantu biaya hidup kami tapi juga biaya
sekolah kami, sampai saya dan kakak saya bisa sekolah di Perguruan Tinggi. Setelah saya dewasa, saya bertanya kepada mama, kenapa tidak bekerja selepas papa meninggal?
Ternyata mama sudah melamar kerja ke banyak tempat.
“Mama sampai tanya juga ke teman-teman papa, apa mama bisa kerja di tempat mereka. Tapi katanya mama sudah tua dan tidak punya pengalaman bekerja sama sekali sebelumnya, jadi diragukan.”
“Mama sampai tanya juga ke teman-teman papa, apa mama bisa kerja di tempat mereka. Tapi katanya mama sudah tua dan tidak punya pengalaman bekerja sama sekali sebelumnya, jadi diragukan.”
Hhm, wajar saja, saat papa meninggal, umur mama sudah 41 tahun, dan tidak punya pengalaman kerja.
“Kenapa mama nggak kerja waktu papa masih ada? Kenapa mama mau dilarang sama papa untuk nggak kerja?”
“Keinginan untuk kerja itu selalu ada, Nak. Waktu kamu sama kakak kamu udah besar, mama mau kerja, eh, tahunya lahir adik kamu. Lagipula, sudah tugas mama, sebagai istri untuk patuh dan taat kepada suami.”
Sekali lagi saya tekankan, mama saya bukan bodoh ataupun malas. Di mata saya, ia hanya seseorang yang begitu menghormati suaminya. Sehingga ia sangat menuruti apa yang dikatakan suaminya. Walau dia ibu rumah tangga, mama selalu mendukung saya untuk bekerja.
"Jangan sampai hidup kamu kaya mama." begitu pesannya.
Berjuta Alasan Mencintai Mama
![]() |
Saya dan mama kondangan ke nikahan sepupu. Foto: dok. pribadi |
Jika kata orang mencintai itu tidak butuh alasan. Saya punya jutaan alasan mengapa mencintai mama. Saat saya sudah punya anak, saya merasakan kedekatan dengan mama yang tak saya rasakan sebelumnya. Ia menunggui saya bersalin. Ia menemani ikut tidur di rumah sakit, meski dingin dan pinggangnya sakit karena hanya tidur beralaskan tikar di lantai. Saat saya mengalami baby blues syndrome, dialah orang yang mendengarkan jerit tangis saya, menopang dan meyakinkan saya bahwa hidup saya akan baik-baik saja. Ia mengajarkan saya untuk tidak lagi memikirkan tentang diri sendiri saja, tapi juga anak saya. Bayi tak berdaya yang begitu membutuhkan saya.
Mama dengan senang hati membantu merawat anak saya, Arina Kamila. Foto: Aprillia Ramadhina |
Setelah operasi cesar saya sulit bergerak dan belum bisa menggendong anak saya sendiri. Mamalah yang memandikan bayi saya, mengurus kotorannya, menggantikan popok, menggendongnya dan membantu menidurkannya saat rewel. Ia juga yang memasak untuk saya. Menghadirkan makanan-makanan sehat, di saat saya tak berdaya karena rasa nyeri pasca operasi dan psikis yang juga masih limbung karena baby blues. Ia rela tidak bekerja selama dua bulan sampai dia yakin saya bisa ditinggal sendiri mengurus anak saya. Saat itu mama bukan lagi mengajarkan saya bagaimana menjadi anak yang baik, tapi bagaimana menjadi ibu yang baik. Saya baru tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu ketika saya benar-benar mengalaminya sendiri, sejak empat bulan lalu.
![]() |
Gambar: Aprillia Ramadhina |
Melihat tiada
lelahnya ia membantu mengurus saya dan mengurus cucunya saat ia juga sering pusing
karena kolesterol yang diidapnya, saya tidak tahu lagi dimana mama menyimpan
seluruh kekuatan yang dimilikinya. Saya pun berkaca dari hidup mama. Saya masih
punya suami. Saya juga masih bisa bekerja. Saya masih muda dan masih punya banyak
kesempatan. Suami saya membantu mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga. Ia juga
tidak melarang jika saya mau kembali bekerja. Mengapa saya masih sering mengeluh? Nikmat Tuhan mana lagi yang saya dustakan? Bayangkan jika saya dulu ada di posisi mama,
ditinggal meninggal suami, dengan tiga anak yang masih kecil tanpa tabungan
masa depan dan tidak punya pengalaman bekerja sama sekali. Saya pasti tak akan sekuat dan setegar mama.
Mama adalah orang yang paling saya sayang. Mama adalah
rumah paling nyaman tempat saya pulang. Sejauh apapun anaknya berkelana, mama
akan selalu menyambut kepulangan kami dengan tangan terbuka dan dada yang
lapang. Mama adalah orang yang tidak pernah membela anaknya jika anaknya
melakukan kesalahan. Ia selalu mendidik kami untuk bertanggung jawab atas apa
yang kami perbuat. Meski kami sering melakukan kesalahan, mama punya stok maaf
dan sabar yang tidak pernah ada habisnya. Seburuk apapun hal yang kami lakukan,
mama tidak pernah menjadi hakim yang menyudutkan.
Mama tidak pernah menuntut anak-anaknya untuk menjadi seperti apa. Bagi dia yang penting anaknya bahagia. Dari mama juga saya tahu bahwa cinta sejati dan kesetiaan itu bukan hanya ada di dalam dongeng. Hampir 17 tahun menjanda, mama tidak juga menikah lagi, walau saya tahu dulu ada saja laki-laki yang mencoba mendekati mama. Pernah saya tanya apa alasan mama nggak ingin menikah lagi, ia menjawab,
Dari mama juga saya belajar arti perjuangan dan keikhlasan yang sesungguhnya. Selama 17 tahun ia membesarkan ketiga anaknya tanpa didampingi suami. Tapi tak pernah saya melihat mama menangisi takdir yang harus ia jalani. Saya mungkin hanya punya sepersekian persen dari ketegaran yang mama miliki.
![]() |
Ilustrasi: Aprillia Ramadhina |
Mama tidak pernah menuntut anak-anaknya untuk menjadi seperti apa. Bagi dia yang penting anaknya bahagia. Dari mama juga saya tahu bahwa cinta sejati dan kesetiaan itu bukan hanya ada di dalam dongeng. Hampir 17 tahun menjanda, mama tidak juga menikah lagi, walau saya tahu dulu ada saja laki-laki yang mencoba mendekati mama. Pernah saya tanya apa alasan mama nggak ingin menikah lagi, ia menjawab,
"Yang seperti papamu itu cuma ada satu di dunia. Yang ganteng, baik, soleh dan pintarnya kaya dia kayanya nggak ada lagi. Jadi, cari yang setara sama dia aja nggak ada, apalagi yang lebih baik dari dia, lebih nggak ada lagi."
Dari mama juga saya belajar arti perjuangan dan keikhlasan yang sesungguhnya. Selama 17 tahun ia membesarkan ketiga anaknya tanpa didampingi suami. Tapi tak pernah saya melihat mama menangisi takdir yang harus ia jalani. Saya mungkin hanya punya sepersekian persen dari ketegaran yang mama miliki.
Ajakan Reuni Kembali
Beberapa hari yang lalu saya mendengar mama menerima telepon dari temannya.“Mau ada reuni SMA lagi.” Katanya.
“Kapan?”
“Bulan depan. Di Ancol. Ah, tapi kayaknya mama nggak akan dateng lagi.”
“Kenapa? Udah berapa kali nggak dateng, kan? Masih nggak mau dateng karena nggak tahu apa yang bisa mama ceritain tentang kerjaan mama? Please deh, Ma. Reuni kan ajang silaturahmi, dan itu nggak ada salahnya, kok.”
“Bukan itu aja. Hidup mereka terlalu glamor. Mama kadang nggak ngerti mereka ngomong apa. Nggak nyambung gitu.”
“Mama yakin nggak mau berangkat? Pasti ada sahabat-sahabat Mama yang tetap bisa nyambung ngomong sama Mama.” Mama terlihat menimbang-nimbang sejenak.
“Mama nggak tahu mesti pakai baju apa.”
“Pakai baju biasa aja, Ma. Yang lain juga pasti gitu, kan?”
“Tapi pasti mereka keren-keren.” Mama saya terus mencari alasan.
Hhm, jadi rupanya mama bingung harus tampil seperti apa di hadapan teman-temannya. Lebih tepatnya mama nggak mau datang karena nggak tahu mau pakai apa biar kelihatan pantas.
Tas Cantik untuk Hadiah Ulang Tahun Mama ke-58
Undangan reuni SMA mama |
"Yuk, cari baju yang cocok buat mama pergi reuni nanti."
Saya mengobrak-abrik lemari mama. Ada banyak baju polos yang masih bagus walau sederhana. Saya menaruh beberapa potong baju yang pantas mama pakai untuk reuni ke atas tempat tidurnya.
"Nih, Ma. Yang ini cocok nih buat ke reuni." ujar saya mengambil blouse warna cokelat muda.
"Mama bagus pakai baju ini?" tanyanya sangsi.
"Mama bagus pakai baju apa aja, kok!" ujar saya menegaskan.
Saya beralih ke tempat mama menyimpan tas. Saya melihat beberapa tas menumpuk tapi tampaknya tidak ada yang dalam kondisi masih baik. Maklum, mama saya bukan orang kantoran yang punya tas kerja bagus. Tas yang ia bawa hanya mirip tote bag sederhana yang bisa memuat bekal dan tempat minumnya ke konfeksi. Saya tahu, mama butuh tas yang cantik agar ia tidak perlu malu dan minder lagi pergi ke reuni. Beberapa tas bagus yang dulu dipunyanya sekarang bentuknya sudah tidak karuan. Sisanya hanya ada tas yang lebih layak dibawa ke pasar untuk menaruh sayur.
Foto: Aprillia Ramadhina |
Saya pun mencari tas yang cocok untuk mama di situs Elevenia, dengan klik tas & aksesoris di kategori fashion. Setelah mencari-cari di bagian tas bahu wanita saya menemukan tas Ceviro Velina Tote Bag. Warnanya yang kalem cocok sekali untuk orang seperti mama yang memang tidak terlalu suka terlihat menonjol. Warna cokelatnya yang natural membuat mama bisa memadukan tas ini dengan baju warna apapun. Desainnya yang simple cocok banget untuk mama yang memang nggak suka dengan tas yang ribet. Desainnya juga elegan, dijamin mama pasti tambah percaya diri kalau pakai tas ini ke acara reuni SMA-nya.
![]() |
Harganya diskon 53%! Dari harga Rp 399.900 turun jadi Rp 189.000. Murah banget! |
![]() |
Clutch ini diskon dari harga Rp 409.000 jadi cuma Rp 134.000. Foto: www.elevenia.co.id |
Berhubung mama sebentar lagi ulang tahun ke 58, tepatnya
tanggal 3 Mei nanti, pas banget momennya untuk kasih kado ke mama. Ya, walaupun reuninya tanggal 29 April, nggak masalah dong ya, kalau mama dapat kado ulang tahunnya lebih cepat. Karena saya masih ngurus bayi yang umurnya baru 4 bulan, agak susah untuk pergi ke luar untuk cari kado buat mama. Dengan belanja online di Elevenia, saya nggak perlu repot-repot cari barang ke toko, tinggal klik dan cari di Elevenia, dan mama pasti terkejut banget dapet kado ini. Terkejut dong pastinya, karena mama kan nggak pakai internet, jadi nggak akan baca hadiah yang saya siapkan untuk ulang tahunnya nanti di blog ini. Saya hepi, mamapun pasti lebih hepi lagi. Sekalian juga
deh kasih dompet Sophie Paris sama tas pesta Gina Clutch, lumayan bisa mama
pakai kalau kondangan, biar makin keren dan kece! Mama dijamin pasti hepi dapat hadiah ini.
![]() |
Dompet Sophie Paris kece ini harganya cuma Rp 47.900!. Foto: www.elevenia.co.id |
Reuni memang bukan ajang untuk pamer barang mewah. Pertemanan yang sejati tentunya tidak dinilai dari harta dan kekayaan yang dipunya atau jabatan yang mentereng. Ketulusan berteman tidak ditentukan dari penampilan. Akan tetapi berpenampilan terbaik untuk mendongkrak percaya diri agar diri merasa lebih baik dan bahagia tentu boleh saja. Penampilan keren dan fashionable yang ditunjang dengan produk-produk berkualitas adalah hak setiap orang, tidak terkecuali mereka yang sudah tidak lagi muda, seperti mama saya.
Foto dan ilustrasi: Aprillia Ramadhina, dokumen pribadi dan situs Elevenia
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Cerita Hepi Elevenia
T.T speechless aku mbaaa....
BalasHapus.
sik bentar (menyusun kata-kata, hehehe)
Mamaku juga dulu keluar dari kerjaannya di bank swasta, dan jadi guru karena nurut sama papa.
Wajahnya yang cantik berkilau dan rajin perawatan jadi kusam karena mengajar di daerah pesisir.
Semoga kita bisa sekuat dan sebaik hati mereka ya mbak sebagai ibu dan istri....
Kaaaaannn.... Jadi kangen mama kaaaannn.....
Iya mbak emak emak kudu setrong apapun profesinya dan dimanapun berada. Salam buat ibunya ya
HapusMamanya hebat mba, salut bisa tegar begitu..
BalasHapusIya mba aku berasa butiran nasi di centong klo inget kuatnya mama. Makasi ya mba udh berkunjung ke blogku :)
HapusGak ada yg bisa gantiin perjuangan dan keikhlasan mama kita ya mba. Sweet banget ya. Aku jg pas lahiran anak pertama, Ibuku yg selalu ada dan sedia menolongku. Sampai sekarang, cinta Ibu gak ada duanya dlm dunia ini ya. Semoga Ibu sehat selalu ya mba.
BalasHapusIya mba, justru berasa paling dekatnya emg pas pny anak y krn mulai ngerti rasany jd ibu. Sehat slalu jg y buat ibu mba :)
HapusSaluutt bangeeet sama Ibunyaa mbak april. Sosok ibuk memang selalu istimewaa mbak yaa. Semogaa sehaat dan bahagia selalu mbak yaa. . Aamiin Hadiah buaat ultah ibuknyaa juga bagus bingits. Emang elevenia andalan yaa hehehe. . Salam kenal mbak aprill 😊
BalasHapusSetiap ibu pasti istimewa ya untuk anak2nya, semoga ibu mbak jg selalu sehat yaa. Salam kenal jg mba Lucky
HapusYa ampun saya terharu banget mbak, hampir mau nangis. Tegar banget ibu mbak. Semoga mbak juga lebih tegar dan kuat yah :))
BalasHapusMakasih Mbak. Iya, saya justru belajar banyak untuk tegar. Semoga bisa selali begitu. 😊
Hapus